Bentuk pemerintahan adalah salah satu dari aneka konsep pokok dalam ilmu politik. Dalam pembahasan awam, istilah ”bentuk pemerintahan” ini biasanya sering dikacaukan dengan konsep-konsep pokok ilmu politik lainnya, terutama seperti ”bentuk negara”, ”sistem pemerintahan”, dan ”sistem politik.”
Pertanyaan Kunci:
Bentuk-Bentuk Pemerintahan? Perbedaan dengan Bentuk Negara? Sistem Pemerintahan? Sistem Politik? Jenis-jenis Kekuasaan? Tujuan penggunaan kekuasaan? Bentuk pemerintahan klasik? Monarkhi, Aristokrasi? Timokrasi? Oligarkhi? Demokrasi? Tirani? Okhlorasi? Plutokrasi? Diktator? Polity? Mobokrasi? Anarkhi? Bentuk pemerintahan kontemporer? Monarkhi versus Republik?
Kerumitan semakin parah, karena masing-masing konsep kemudian melahirkan pula banyak kategori-kategori yang menambah panjang daftar istilah-istilah dalam ilmu politik. Lihat saja deretan istilah ini, seperti monarkhi, demokrasi, negara kesatuan (unitarian), negara serikat (federasi), republik, konfederasi, dominion, tirani, oligarkhi, aristokrasi, sentralisasi, desentralisasi, otoritarian, tirani, parlementer, presidensial, dan sebagainya. Akibatnya, banyak orang tidak bisa membedakan mana bentuk pemerintahan dan mana sistem pemerintahan? Atau yang mana termasuk dalam kategori bentuk negara?
Sebelum membahas secara khusus topik bentuk pemerintahan, ada baiknya kita jelaskan sekilas beberapa konsep pokok ilmu politik di atas, agar kita bisa menariknya dari pembahasan kita dan memilah-milah tiap-tiap istilah politik sesuai dengan konteksnya.
Kita mulai dari ”Bentuk Negara.” Berbicara mengenai ”bentuk negara,” maka sebetulnya kita sedang berbicara mengenai format hubungan kekuasaan secara vertikal dalam sebuah negara. Yakni, antara kekuasaan ”pusat” di satu pihak, berhadapan dengan ”daerah” di pihak yang lain, dimana ”pusat” diasumsikan berada di atas ”daerah.” Perbedaan format hubungan kekuasaan ”pusat” dan ”daerah” ini, menghasilkan tiga bentuk negara yang kita kenal saat ini, yakni: negara kesatuan (unitarian), negara serikat (federasi), dan serikat negara (konfederasi). Jadi, istilah negara kesatuan, federasi, dan konfederasi adalah kelompok istilah yang menunjuk pada bentuk-bentuk negara. (Lebih rinci baca dalam topik Mengenal Bentuk-bentuk Negara).
Adapun ”sistem pemerintahan” adalah sebuah konsep dalam ilmu politik yang membicarakan mengenai pola hubungan kekuasaan secara horizontal. Khususnya hubungan antara eksekutif dan legislatif. Setidaknya ada dua model besar dari pola hubungan kekuasaan eksekutif-legislatif yang muncul di berbagai negara, yakni sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer. (Lebih rinci baca dalam topik Mengenal Sistem Pemerintahan).
Konsep pokok lainnya adalah ”sistem politik.” Berbicara mengenai sistem politik, maka sesungguhnya kita tengah berbicara mengenai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam negara yang berkaitan dengan kepentingan umum (termasuk proses penentuan tujuan, cara dan upaya mencapai tujuan itu, pengambilan keputusan, serta pemilihan dan penyusunan skala prioritas). Dengan bahasa lain, sistem politik berbicara mengenai mekanisme dari seperangkat fungsi yang melekat pada struktur-struktur politik (baik supra maupun inpra struktur politik) dalam rangka membuat dan melaksanakan kebijakan yang mengikat masyarakat.
Adanya perbedaan dari mekanisme dan fungsi yang melekat pada struktur-struktur politik di masing-masing negara, menghasilkan macam-macam varian sistem politik yang kita kenal antara lain demokrasi liberal, demokrasi proletar, sosialisme, komunisme, sampai pada sistem politik otoritarian.(Lebih rinci baca dalam topik Mengenal Sistem Politik).
Terakhir, sekaligus yang menjadi topik pembahasan kali ini, adalah ”Bentuk Pemerintahan.”
Dalam kepustakaan klasik, berbicara mengenai bentuk-bentuk pemerintahan berarti berbicara mengenai dua hal : (1) jenis-jenis kekuasaan, serta (2) tujuan penggunaan kekuasaan. Dan berbicara mengenai jenis-jenis kekuasaan berarti berbicara mengenai jumlah orang yang memerintah atau berkuasa: satu (mono), beberapa (few), atau banyak (many). Sedangkan berbicara mengenai tujuan penggunaan kekuasaan, maka kita berbicara apakah kekuasaan itu ditujukan untuk kepentingan seseorang atau sekelompok orang, atau untuk kebaikan/keadilan bagi semua (orang banyak).
Atas dasar dua kriteria itu, Plato kemudian memperkenalkan 5 istilah bentuk-bentuk pemerintahan:
- Aristokrasi.
Ini adalah bentuk pemerintahan dimana kekuasaan dipegang oleh kaum cendikiawan (aristokrat), dan penggunaan kekuasaan itu ditujukan untuk kebaikan/keadilan bagi semua. Plato memuji bentuk ini sebagai bentuk pemerintahan paling ideal.
- Timokrasi.
Timokrasi digambarkan oleh Plato sebagai bentuk pemerintahan dimana kekuasaan pemerintahan dijalankan oleh sekelompok orang yang ingin mencapai kemasyhuran dan kehormatan.
- Oligarkhi.
Suatu bentuk pemerintahan dimana kekuasaan dipegang oleh sejumlah orang atau golongan hartawan. Dalam perjalanannya menurut Plato, oligarkhi akan melahirkan partikelir (swasta) yang menguasai banyak sumber-sumber kehidupan. Kondisi ini mendorong orang-orang miskin bersatu dan melakukan perlawanan terhadap kaum hartawan. Dan jika berhasil, akan melahirkan bentuk pemerintahan demokrasi.
- Demokrasi
Dengan bentuk pemerintahan ”demokrasi” versi Plato, maka kekuasaan pemerintahan dipegang oleh rakyat miskin (jelata). Dan kesalahan dalam menjalankannya, menurut Plato, akan membawa pemerintahan demokrasi jatuh pada anarkhi.
- Tirani
Bentuk ini adalah bentuk pemerintahan dengan seorang penguasa yang bertindak sewenang-wenang. Menurut Plato, bentuk inilah bentuk pemerintahan yang paling buruk dan paling jauh dari cita-cita keadilan. Sedangkan bentuk pemerintahan paling ideal menurutnya adalah Aristokrasi.
Sedikit berbeda, Aristotelesdengan menggunakan kriteria kuantitatif (jumlah orang yang memerintah), memperkenalkan tiga bentuk pemerintahan yang bersifat ideal sekaligus tiga bentuk penyimpangan atau kemerosotannya.
Bentuk Ideal | Bentuk Penyimpangan |
Monarkhi | Tirani/Diktator |
Aristokrasi | Oligarkhi/Plutokrasi |
Polity | Okhlorasi/Demokrasi |
Perbedaan yang paling menonjol antara Plato dan Aristoteles adalah dalam memandang bentuk pemerintahan demokrasi. Bagi Plato, demokrasi termasuk dalam kategori bentuk pemerintahan yang ideal, sedang bentuk penyimpangannya atau pemerosotannya ia sebut dengan istilah mobokrasi/okhlorasi. Sedangkan bagi Aristoteles, demokrasi adalah bentuk buruk atau kemerosotan dari polity.
Selengkapnya, berikut pengertian bentuk-bentuk pemerintahan dari zaman klasik:
Monarkhi | Mono berarti satu dan archien sama dengan memerintah. Jadi, monarkhi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana kekuasaan berada di tangan satu orang, yaitu raja/ kaisar/ ratu/ sulthan dan sejenisnya. |
Tirani | Ini menunjuk pada salah satu bentuk pemerintahan paling buruk, dimana pemerintahan berada di bawah kendali seseorang, dan digunakan bukan untuk kebaikan bersama tetapi untuk kepuasan dan kepentingan sendiri. |
Aristokrasi | Diambil dari kata aristoi = cerdik pandai/bangsawan dan archien = memerintah. Aristokrasi berarti pemerintahan oleh kaum cerdik pandai dengan tujuan untuk kepentingan umum. |
Oligarkhi | Dari kata oligoi = sedikit/beberapa; dan archien = memerintah. Oligarkhi adalah pemerintahan oleh beberapa orang dan untuk kepentingan beberapa orang itu. |
Plutokrasi | Plutos = kekayaan, sedang archien atau kratein = memerintah. Plutokrasi dengan demikian adalah pemerintahan oleh orang-orang kaya atau untuk mencari kekayaan. |
Polity | Polity menurut Aristoteles adalah masuk kategori bentuk pemerintahan ideal, yakni pemerintahan yang dijalankan oleh orang banyak dan dengan tujuan untuk kepentingan umum atau kepentingan bersama. Dalam keadaan tertentu, bentuk ini bagi Aristoteles bisa merosot menjadi demokrasi, yakni sebuah pemerintahan yang diselenggarakan oleh orang banyak tetapi tidak bertujuan demi kesejahteraan seluruh rakyat. Masing-masing untuk kepentingan masing-masing. |
Mobokrasi | Ini adalah bentuk buruk dari demokrasi versi Plato. Dimana pemerintahan dijalankan oleh banyak orang berasal dari rakyat jelata, tapi sesungguhnya tidak tahu apa-apa tentang pemerintahan. |
Okhlorasi | Hampir sama dengan pengertian mobokrasi. Okhloh = orang biadab, tanpa pendidikan, rakyat hina. Okhlorasi adalah pemerintahan yang dilaksanakan oleh orang yang tidak beradab, tidak berpendidikan, atau orang rendahan. |
Anarkhi | An = tidak atau bukan; dan archien = pemerintahan. Anarkhi berarti tanpa pemerintahan. Suatu keadaan negara dimana pemerintah sangat lemah, dan masing-masing rakyat bertindak sewenang-wenang seolah-olah merekalah penguasa dan menganggap pemerintahan yang sah tidak ada. |
Bentuk Pemerintahan Kontemporer
Dalam perjalanannya, bentuk-bentuk pemerintahan ternyata tidak berhenti dengan kriteria kwantitatif dari zaman klasik. Pembahasan bentuk pemerintahan di zaman moderen ini cenderung semakin sederhana. Pelopornya adalah Niccolo Machiavelli. Bentuk pemerintahan hanya dibedakan menjadi dua, monarkhi dan republik. (Republik berasal dari kata res = hal, benda, kepentingan dan publica = publik, umum, rakyat).
Georg Jellinek dalam bukunya “Allgemeine Staatslehre,” juga membagi dua bentuk pemerintahan: monarkhi dan republik. Dan ia menawarkan sebuah kriteria baru untuk membedakan bentuk pemerintahan tersebut, yakni dilihat dari cara pembentukan kemauan negara (staats will).
Menurut Jellinek, jika staats will terjadinya secara psikologis (atas kemauan seseorang), maka bentuk pemerintahannya adalah monarkhi. Dan jika terjadinya secara yuridis (atas kemauan rakyat atau suatu dewan), maka bentuk pemerintahannya adalah republik.
Tapi kriteria pembeda seperti ini ditolak oleh Leon Duguit. Dalam bukunya “Traite de Droit Constitutionale”, Duguit beralasan kriteria cara pembentukan kemauan negara yang dikemukakan Jellinek tidak sesuai dengan kenyataan. Karena itu, ia mengusulkan kriteria pembeda yang lain, yakni berdasarkan cara penunjukan kepala negara.
Dengan kriteria ini, menurut Duguit, sebuah pemerintahan dikatakan ’Monarkhi’ apabila kepala negaranya diangkat berdasarkan waris atau keturunan (herediter) dan menjabat seumur hidup. Dan karena berdasarkan warisan, pemerintahan monarkhi tentu tidak mengenal pemilihan kepala negara, baik oleh rakyat maupun oleh parlemen.
Sementara sebuah pemerintahan dikategorikan ’Republik’ apabila kepala negaranya dipilih oleh rakyat, baik itu dipilih secara langsung maupun melalui perwakilannya di parlemen. Dan karena ia dipilih, maka masa jabatannya juga dibatasi agar sistem itu bisa berjalan kontiniu dan reguler (contohnya Amerika Serikat yang menyelenggarakan pemilu setiap 4 tahun, atau Indonesia sekali dalam 5 tahun).
Pendapat Duguit didukung oleh ahli lain, Otto Koellreutter. Tetapi menurut Koellreutter, kriteria pembeda yang lebih tepat adalah kesamaan dan ketidaksamaan. Dengan kriteria ini, ’Monarkhi’ merupakan bentuk pemerintahan yang didasarkan atas ukuran ketidaksamaan, karena tidak setiap orang dapat menjadi kepala negara (raja). Sedangkan ’Republik’ merupakan bentuk pemerintahan yang didasarkan atas ukuran kesamaan, karena dalam pemerintahan berbentuk republik setiap orang memiliki hak yang sama untuk berkompetisi menjadi kepala negara.
Yang baru dari Koellreutter adalah ia menambahkan dalam pembahasannya satu bentuk pemerintahan baru yang disebutnya Autoritarien Fuhrerstaat atau bentuk pemerintahan otoriter. Yakni sebuah bentuk pemerintahan oleh satu orang dan bersifat mutlak. Beberapa negara sedang berkembang di Asia dan Amerika Latin sepanjang tahun 1970-1980-an, termasuk Indonesia, sering disebut termasuk dalam kategori bentuk pemerintahan otoriter ini.
Macam-macam Monarkhi dan Republik
Dalam praktiknya, baik bentuk pemerintahan Monarkhi maupun Republik tidak muncul secara seragam, tetapi dalam beberapa varian bentuk pemerintahan. Dan yang lebih penting adalah bahwa cara penunjukan kepala negara ternyata tidak selalu berbanding lurus dengan demokratis atau tidaknya sebuah pemerintahan yang dijalankan. Sebuah monarkhi bisa saja menjalankan pemerintahan secara demokratis dan konstitusional, sebagaimana negara republik boleh jadi dalam praktiknya bersifat absolut dan diktator.
Dalam pembahasan akademik dikenal sedikitnya 3 varian bentuk pemerintahan Monarkhi:
Pertama, Monarki absolut
Monarki absolut adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja, ratu, syah, atau kaisar yang kekuasaan dan wewenangnya tidak terbatas. Perintah raja merupakan wewenang mutlak yang harus dipatuhi oleh rakyatnya. Pada diri raja terdapat sekaligus kekuasaan eksekutif, yudikatif, dan legislatif.
Kedua, Monarki konstitusional
Monarki konstitusional adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja atau sebutan lainnya yang kekuasaannya dibatasi oleh undang–undang dasar (konstitusi). Biasanya pembatasan konstitusional ini muncul kemudian, bisa atas dasar inisiatif raja atau kaisar bisa juga lewat sebuah proses tuntutan rakyat atau revolusi.
Ketiga, Monarki parlementer
Adapun monarki parlementer adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja, namun dengan kehadiran lembaga parlemen atau perwakilan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Di sini, kekuasaan eksekutif dipegang oleh kabinet (perdanan menteri) dan bertanggung jawab kepada parlemen. Fungsi raja hanya sebagai kepala negara (simbolik) yang kedudukannya tidak dapat diganggu gugat. Sedangkan kekuasaan pemerintahan sehari-hari berada di luar istana.
Sama dengan monarkhi, Republik juga secara akademik dapat dibedakan ke dalam tiga varian bentuk pemerintahan.
Pertama, Republik absolut
Seperti namanya, di sini pemerintahan republik bersifat diktator tanpa ada pembatasan kekuasaan. Biasanya lembaga-lembaga demokrasi tetap ada seperti parlemen, partai politik, dan Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi resmi negara. Tetapi ia sudah tidak berfungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintahan, bahkan tidak jarang semuanya dikendalikan dan dimanfaatkan untuk melegitimasi kekuasaan.
Kedua, Republik konstitusional
Dalam republik konstitusional, presiden memegang kekuasaan kepala negara dan kepala pemerintahan. Namun, kekuasaan presiden dibatasi oleh konstitusi. Di samping terdapat pengawasan yang efektif dilakukan oleh parlemen.
Ketiga, Republik parlementer
Di sini presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara. Namun, presiden tidak dapat diganggu–gutat. Sedangkan kepala pemerintahan yang menjalankan kekuasaan sehari-hari berada di tangan perdana menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen. Dalam sistem ini, kekuasaan legislatif lebih tinggi dari pada kekuasaan eksekutif.
Daftar Pustaka
- Miriam Budiardjo (1977), Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia.
- C.S.T Kansil dan Christine (2001), Ilmu Negara, Jakarta, Pradnya Paramita.
- Budiyanto, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta, Erlangga.
- C.S.T. Kansil (1987), Hukum Antar Tata Pemerintahan (Comparative Government), Jakarta, Erlangga.
- Ibrahim R.dkk. (1995), Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidesial, Jakarta, Grafindo Persada.
- Inu Kencana Syafiie (1994), Ilmu Pemerintahan, Bandung, Mandar Maju.
- Kusnardi dan Bintan Saragih (1993), Ilmu Negara, Jakarta, Gaya Media Pratama.
- Kranenburg dan B. Sabarroedin (1981), Ilmu Negara Umum, Jakarta, Pradnya Paramita.